/

Mengintip Senyum Kecil di Penjaringan

3 menit membaca

Hari Minggu, 22 November 2015, adalah ketiga kalinya saya mengikuti acara Buki. Hari ini kami akan mengunjungi adik-adik Sahabat Missil3 yang berada di bawah kolong Jembatan Tiga*. Yeay! Saya sudah gak sabar bertemu dan bermain dengan mereka.

Ketika saya datang, adik-adik Sahabat Missil3 sedang asyik membaca buku-buku yang dibawa oleh kakak-kakak Krucil. Sekitar jam 1 siang, Kak Duta dan Kak Ika selaku MC, membuka acara dengan membaca doa. Masih dalam suasana Hari Pahlawan, yang diperingati pada tanggal 10 November, kami mengawali kegiatan kami dengan meyanyikan lagu Indonesia Raya 3 stanza bersama adik-adik yang dipimpin oleh Kak Ali. Walaupun adik-adik tidak hafal liriknya, mereka tetap antusias bernyanyi dengan bantuan kertas berisi lirik lagu Indonesia Raya 3 stanza yang telah dibagikan kakak-kakak Buki. Saya juga baru tau loh ternyata lagu Indonesia Raya ada kepanjangannya :p

Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 stanza, adik-adik diminta untuk menceritakan tentang salah seorang pahlawan yang mereka tau. Tidak harus pahlawan yang sudah gugur mendahului kita, tapi bisa saja pahlawan yang mereka temui sehari-hari, seperti ibu, ayah, ibu bapak guru, siapa pun bisa menjadi pahlawan bahkan diri mereka senidiri. Walaupun masih ada adik-adik yang belum bisa menulis, mereka tidak mau kalah dengan teman-temannya yang sudah pandai menulis. Dengan dipandu oleh kakak-kakak krucil, mereka menggambar di atas kertas yang telah dibagikan. Waktu yang telah diberikan pun habis, adik-adik maju ke depan untuk membacakan cerita tentang pahlawan yang telah mereka buat. Tanpa harus disuruh, mereka inisiatif maju ke depan loh!

senyum_missil3

Adik-adik sudah menceritakan pahlawan mereka masing-masing, sekarang saatnya mendengar cerita dari seorang pahlawan budaya yang baru saja mendahului kita. Siapa yang tak kenal Pak Raden, beliau merupakan pencipta serial boneka Si Unyil. Tapi, kali ini kita tidak mendengar cerita tentang si Unyil loh yaa. Video yang diputar memperlihatkan Pak Raden yang sedang berdongeng dengan media sketsa di papan tulis. Dongengnya bercerita tentang seorang anak yang sangat kelaparan namun terlalu malas, bahkan hanya untuk mengambil bekalnya yang ia ikat sendiri pada dahan pohon.

Dengan cerita ini, adik-adik dapat mengetahui bahwa rasa malas tidak akan membawa kebaikan pada diri kita.

Baca juga:
Persembunyian Terindah
Sita Kangguru di Lapak Pemulung
Berkah Buki, Berkah Juga Bagi Adik-adik

Selain belajar, kami juga mengajak adik-adik untuk bermain dan makan bersama. Beberapa dari mereka lebih memilih untuk membawa pulang makanan yang telah dibagikan. “Aku mau bawa pulang aja kak, buat ibu di rumah”, kata salah seorang dari mereka. Anak sekecil mereka sudah memiliki rasa berbagi, walaupun tidak banyak yang dapat mereka berikan. Merekalah pahlawan-pahlawan kecil yang berjuang bertahan hidup di tengah kerasnya lingkungan Ibu kota. Merekalah yang kelak akan menjadi pahlawan-pahlawan besar bagi orang tua, teman, keluarga, bahkan Indonesia. Terima Kasih Buku Berkaki untuk kesempatan, pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan dari visit ke Sahabat Misiil3 ini. Semoga saya bisa melihat senyum-senyum kecil mereka yang sangat adiktif lagi di lain kesempatan.

***

Gitta Raditya
Krucil Buku Berkaki

bukuberkaki

Ini adalah semacam gerakan sosial. Layaknya kaki, maka pasti hubungannya dengan jalan-jalan. Jalan-jalannya dari panti ke panti. Nah, yang jalan-jalannya adalah bacaan gratis.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Cerita Sebelumnya

Di Bawah Kolong Harapan

Cerita Berikutnya

Terbentuk di Jambore Relawan

Terbaru dari Blog

#RabuBacaBuku: Na Willa

Siapa bilang kalau cerita anak hanya bisa dinikmati oleh para anak kecil? Mengambil latar belakang Surabaya