Akhirnya Punya Perpustakaan Baru

4 menit membaca

“Every book, every volume you see here, has a soul. The soul of the person who wrote it and of those who read it and lived and dreamed with it” ~  Carlos Ruiz Zafón

Tidak ada kalimat sebaik ucapan rasa syukur ketika sebuah mimpi akhirnya menjadi kenyataan. Meski hampir berusia 4 tahun, buki ternyata belum memiliki perpustakaan sendiri untuk menyimpan buku-buku donasi. Selama ini, buki menyewa sebuah gudang di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sampai akhirnya sebuah ruangan di Museum Kebangkitan Nasional diberikan secara kepada Buki oleh Yayasan Belantara Budaya. Ini terjadi pada hari Sabtu (01/08/2015) kemarin dengan kegiatan Moving Day yang melibatkan belasan Krucil. Dan secara resmi pula, hari itu Buki punya perpustakaan sendiri.

Cerita Moving Day dimulai sejak pukul 7 pagi. Beberapa Krucil sudah tiba di Rumah Makan Juwiring, salah satu tempat yang dijadikan markas Buki sejak bulan November 2013. Di sini terdapat 12 belas rak besar, merupakan donasi dari PT. OLX Indonesia, serta ratusan buku dari para donatur (Gramedia, Agromedia, dll). Setelah menyantap sarapan lezat dari si Mbok, sebuah truk yang digunakan untuk pick-up tiba di Juwiring. Sambil menunggu Krucil lainnya hadir, Krucil pun berkoordinasi untuk akses jalan yang akan kita lewati. Tersiar kabar bahwa selain hari Minggu, beberapa ruas jalan khusus di Jakarta memang dilarang bagi kendaraan bermuatan besar.

Oh ya, kehadiran Krucil sendiri dibagi dalam dua titik lokasi. Satu titik di Juwiring yang akan meneruskan pengambilan buku di gudang Kebon Jeruk. Satu titik lainnya berada di Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas untuk bersih-bersih di lokasi, seraya membantu pemindahan barang dan buku dari truk yang akan dibawa dari Juwiring dan Kebon Jeruk.

Pukul 9 pagi, proses pengangkutan etape pertama pun dimulai. Selain truk, dua kendaraan milik Kak Cuy dan Kak Ari pun siap mengevakuasi Krucil untuk proses pindahan tersebut.

Hampir 1,5 jam evakuasi dari Juwiring ke truk pick-up berlangsung. Sementara di Museum Kebangkitan Nasional sendiri, beberapa Krucil sudah ada yang berdatangan. Perjalanan dari Juwiring kemudian berlanjut ke gudang Buki di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Di sinilah ribuan buku tersimpan. Buku yang biasa digunakan untuk kegiatan Drop Buki, Visit Buki, atau pengiriman ke luar daerah sebagian besar diambil dari sini. Kejadian lucu sempat terjadi ketika secara alami Krucil dan sopir truk membicarakan akses jalan menuju Museum Kebangkitan Nasional, seperti terekam dalam gambar ini.

Kak Ari, Kak Cuy, dan Pak Sopir sedang berdebat hebat soal akses jalan menuju Museum.

Sebelum zuhur, Buki pun tiba di Museum Kebangkitan Nasional yang ada di daerah Kwitang, Jakarta Pusat. Wah, Buki enggak nyangka. Ternyata banyak sekali Krucil baru yang ikut kegiatan ini. Surprise!

Buki kemudian disambut Kak Diah dan Kak Endro, pasangan suami istri yang mengelola Yayasan Belantara Budaya inilah yang mengizinkan Buki menggunakan sebuah ruangan di Museum tersebut. Ruangannya cukup luas dan bisa digunakan berbagai kegiatan. Terima kasih banyak, Kak.

Saat jam makan siang telah lewat, sedikit seremoni kemudian mewarnai kegiatan. Buki menyerahkan sepotong tumpeng kepada Kak Diah sebagai formalitas bahwa keduanya kini bersinergi untuk membantu mengakses bacaan gratis bagi anak-anak. Ini sejalan dengan tagline Buki, when a books walk, a dream works.

Nah, bagaimana sih keseruan lengkapnya di Museum? Ingin lihat ekspresi Krucil ketika makan tumpengan persembahan dari Bunda Denny dan camilan dari Kak Noniek? Simak video lengkap Moving Day di bawah ini, yuk!

https://youtu.be/b0CktM87SxY&w=620&h=348.75

 

bukuberkaki

Ini adalah semacam gerakan sosial. Layaknya kaki, maka pasti hubungannya dengan jalan-jalan. Jalan-jalannya dari panti ke panti. Nah, yang jalan-jalannya adalah bacaan gratis.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Cerita Sebelumnya

Kolaborasi di Menteng dan Lumajang

Cerita Berikutnya

Keberkahan Tiada Henti

Terbaru dari Blog

#RabuBacaBuku: Na Willa

Siapa bilang kalau cerita anak hanya bisa dinikmati oleh para anak kecil? Mengambil latar belakang Surabaya